Sabtu, 27 Desember 2008

Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025


7. Penggunaan energi di Indonesia meningkat cukup pesat sejalan dengan perbaikan ekonomi setelah krisis. Walaupun berbagai upaya restrukturisasi dan reformasi kelembagaan terus dilaksanakan, kenaikan konsumsi energi masih lebih tinggi dibandingkan dengan penyediannya. Meskipun mengalami pergeseran dari sumber energi yang berasal dari bahan bakar minyak ke gas alam dan batu bara, pola konsumsi energi masih menunjukkan ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan. Potensi energi dan sumber daya mineral yang sampai saat ini telah diketahui dan terbukti adalah: minyak 86,9 miliar barel, gas 384,7 TCF, batubara 50 miliar ton, dan panas bumi sekitar 27 GWatt. Cadangan terbukti minyak bumi Indonesia berjumlah 5,8 miliar barel dengan tingkat produksi 500 juta barel per tahun. Sementara itu cadangan terbukti gas bumi sekitar 90 TCF dengan tingkat produksi sekitar 3 TCF. Sedangkan cadangan terbukti batubara sekitar 5 miliar ton dengan produksi mencapai 100 juta ton setiap tahunnya. Dengan demikian, perlu upaya untuk mengembangkan sumber energi terbarukan (mikro hidro, biomassa, biogas, gambut, energi matahari, arus laut, dan tenaga angin) sehingga di masa mendatang bangsa Indonesia tidak akan mengalami kekurangan pasokan energi. Selain itu, dengan dimungkinkannya pembangunan pembangkit tenaga nuklir di Indonesia, pencarian mineral radio aktif di dalam negeri perlu ditingkatkan. Kegiatan ekonomi yang meningkat akan membutuhkan penyediaan energi yang makin besar. Dalam kaitan itu, tantangan utama dalam pembangunan energi adalah meningkatkan kemampuan produksi minyak dan gas bumi yang sekaligus memperbesar penerimaan devisa; memperbanyak infrastruktur energi untuk memudahkan penyampaian energi kepada konsumen baik industri maupun rumah tangga; serta mengurangi secara signifikan ketergantungan terhadap minyak dan meningkatkan kontribusi gas, batubara, serta energi terbarukan lainnya dalam penggunaan energi secara nasional.

8. Pembangunan ketenagalistrikan yang telah dilakukan sekitar tiga dekade sebelum krisis telah memberi sumbangan yang berarti dalam pembangunan di berbagai bidang. Namun sampai saat ini beberapa permasalahan pokok masih dihadapi. Pertama, kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan tenaga listrik. Dengan terjadinya krisis multidimensi kurun waktu sekitar tahun 1997-2000, kemampuan investasi dan pengelolaan penyediaan tenaga listrik menurun yang berakibat pada terganggunya kesinambungan penyediaan tenaga listrik serta kehandalan sistemnya termasuk untuk listrik perdesaan. Kedua, lemahnya efektivitas dan efisiensi. Dalam satu dasawarsa terakhir tingkat losses masih berada pada kisaran 11-15 persen, baik yang bersifat teknis maupun non teknis termasuk hal-hal yang terkait dengan lemahnya good governance, lemahnya penanganan pencurian listrik, serta intervensi politik sangat kuat mempengaruhi pengelolaan korporat Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalisrikan (PKUK) yang masih bersifat monopolistik. Ketiga, ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar minyak sebagai akibat dari berlimpahnya cadangan BBM Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir. Keempat, pengembangan sistem ketenagalistrikan nasional sebagian besar masih didominasi peralatan dan material penunjang yang di impor sehingga nilai tambah sektor ketenagalistrikan nasional dalam negeri diperkirakan masih relatif kecil.

9. Tantangan sektor ketenagalistrikan yang dihadapi meliputi luasnya wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan densitas penduduk yang bervariasi yang mempengaruhi tingkat kesulitan pengembangan sistem kelistrikan yang optimal; potensi cadangan energi primer yang cukup besar namun lokasinya sebagian besar jauh dari pusat beban dengan infrastruktur pendukung yang masih sangat terbatas; keterbatasan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya usaha di bidang ketenagalistrikan; pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik yang cukup tinggi setiap tahun; daya beli masyarakat yang masih rendah dan relatif tidak merata; citra politik, ekonomi dan moneter yang belum mendukung untuk menarik investasi swasta di bidang kelistrikan; serta regulasi investasi kelistrikan yang belum tertata dengan baik.

10. Dalam era globalisasi, informasi mempunyai nilai ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan daya saing suatu bangsa sehingga mutlak diperlukan suatu kemampuan untuk mengakses informasi. Beberapa masalah yang dihadapi antara lain: terbatasnya ketersediaan infrastruktur telematika yang sampai saat ini penyediaan infrastruktur telematika belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat; tidak meratanya penyebaran infrastruktur telematika dengan konsentrasi yang lebih besar di wilayah barat Indonesia, yaitu sekitar 86 persen di Pulau Jawa dan Sumatera, dan daerah perkotaan; terbatasnya kemampuan pembiayaan penyedia infrastruktur telematika dengan belum berkembangnya sumber pembiayaan lain untuk mendanai pembangunan infrastruktur telematika seperti kerjasama pemerintah-swasta, pemerintah-masyarakat, serta swasta-masyarakat; dan kurang optimalnya pemanfataan infrastruktur alternatif lainnya yang dapat dimanfaatkan dalam mendorong tingkat penetrasi layanan telematika. Rendahnya kemampuan masyarakat Indonesia untuk mengakses informasi pada akhirnya menimbulkan kesenjangan digital dengan negara lain. Dalam kaitan itu, perlu segera dilakukan berbagai perbaikan dan perubahan untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan bangsa dalam menghadapi persaingan global yang makin ketat.

11. Kegagalan dalam melaksanakan pembangunan jangka panjang kedua tersebut mendorong disusunnya kembali langkah-langkah pembangunan yang baru. Krisis ekonomi Indonesia menuntut ketahanan perekonomian yang lebih kuat agar berdaya saing dan berdaya tahan tinggi. Berbagai permasalahan dan tantangan yang muncul pada saat dan pasca krisis 1997 terutama dengan meningkatnya utang pemerintah yang memerlukan pengelolaan jangka panjang yang tepat dengan tetap menjaga terwujudnya keberlanjutan fiskal, peningkatan disiplin pergaulan perekonomian global yang semakin tinggi serta mengarah pada ketidakpastian akhir-akhir ini, menjadi dasar utama perumusan arah kebijakan dan prioritas yang harus diambil dalam jangka panjang.

12. Beberapa kemajuan dicapai dalam pembangunan daerah. Dari sisi politis penerapan desentralisasi dan otonomi daerah, serta pemekaran provinsi dan kabupaten/kota telah memberikan ruang gerak kepada masyarakat di daerah untuk mempercepat pembangunan daerah. Disamping itu kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia telah mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut antara lain tercermin dari meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB); berkurangnya pengangguran; meningkatnya akses masyarakat kepada jaringan infrastruktur (khususnya transportasi dan telekomunikasi) maupun fasilitas pendidikan dan kesehatan. Namun demikian peningkatan kondisi sosial dan ekonomi tersebut relatif tidak merata dan sangat bervariasi antara daerah yang satu dengan yang lain.

Senin, 03 November 2008

Peluncuran Buku Kerangka Dasar Visi Indonesia 2030

Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri acara peluncuran buku Kerangka Dasar Visi Indonesia 2030 di Istana Negara, Kamis (22/3) siang. 

Buku ini hasil pemikiran Yayasan Indonesia Forum. Hadir pada acara tersebut, antara lain, Menko Perekonomian Boediono, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menkeu Sri Mulyani, Menpora Adhyaksa Dault, Mentan Anton Apriyantono, Kapolri Jend. Sutanto, serta Panglima TNI Djoko Suyanto. 

Visi Indonesia 2030 merupakan pemikiran Yayasan Indonesia Forum sebagai komponen bangsa yang memimpikan Indonesia sejajar dengan negara-negara besar dunia, dihuni oleh masyarakat yang sejahtera, dengan kemajuan ekonomi yang dinikmati merata oleh setiap warga negara Indonesia. 

Visi Indonesia 2030 tersebut ditopang oleh empat pencapaian utama, yaitu pengelolaan kekayaan alam yang berkelanjutan, mendorong Indonesia supaya masuk dalam 5 besar kekuatan ekonomi dunia dengan pendapatan perkapita sebesar 18 ribu dolar AS/tahun, perwujudan kualitas hidup modern yang merata, serta mengantarkan sedikitnya 30 perusahaan Indonesia dalam daftar Fortune 500 Companies. 

Acara peluncuran buku ini diawali dengan sambutan Ketua Yayasan Indonesia Forum Chairul Tanjung. "Diperlukan suatu pandangan yang obyektif terhadap masa depan bangsa Indonesia dalam jangka panjang, suatu pandangan yang positif dan optimis bahwa bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang terpandang di mata dunia internasional," tutur Chairul Tanjung yang kemudian menjelaskan misi Indonesia 2030. 

"Misi indonesia 2030 mempunyai arti strategis di tengah pesismisme menyongsong Indonesia masa depan dan erosi kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Diawali dengan merumuskan mimpi tentang cita-cita bangsa yang akan dicapai, kemudian mengidentifikasi potensi, kemampuan sumber daya manusia, dan sumber daya alam," Chairul menjelaskan. 

Misi Indonesia 2030, antara lain, lanjut Chairul, mewujudkan masyarakat yang berkualitas dan bebas dari kemiskinan, memanfaatkan kekayaan alam secara optimal dan berkelanjutan, serta mewujudkan sinergi wirausaha, birokrasi dan pekerja menuju daya saing yang global. 

Menurut Chairul rasa kebangsaan, kerja keras untuk mengoptimalkan seluruh potensi serta kerja sama dari seluruh komponen bangsa merupakan hal penting untuk mewujudkan visi Indonesia 2030. 

Dengan rasa kebangsaan yang tinggi serta tekad yang bulat akan menumbuhkan optimisme sehingga memperkuat tekad dan semangat menjalani tahapan untuk mencapa Indonesia sebagaimana dicita-citakan dalam Visi Indonesia 2030 dapat tercapai. 

Peluncuran buku Kerangka Dasar Visi Indonesia 2030 ditandai dengan penyerahan buku tersebut oleh Chairul kepada Presiden SBY. 

Dalam sambutannya, Presiden SBY menyambut baik apa yang dikemukakan oleh Yayasan Indonesia Forum. 

"Bangsa Indonesia barangkali tidak akan memiliki masa depan yang cerah kalau kita kering akan cita-cita dan idealisme," ujar SBY sambil menyerukan memperluas forum ini dengan melibatkan sebanyak mungkin komponen bangsa untuk diajak bekerja sama membangun bangsa. Turut hadir dalam peluncuran buku ini, antara lain, Anwar Nasution, Arifin Siregar, J.B. Sumarlin, H.M. Aksa Mahmud, M.S. Hidayat serta beberapa duta besar dari negara sahabat. 
(mit)

Senin, 27 Oktober 2008

Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025

Rancangan Awal

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Tahun 2005 – 2025

A. Pengantar

Sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional disusun sebagai penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional.

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia telah mengisi kemerdekaan selama 60 tahun sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Berbagai pengalaman berharga didapatkan selama mengisi kemerdekaan tersebut. Pengalaman tersebut menjadi pelajaran yang berharga dalam melangkah ke depan. Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005 – 2025 merupakan kelanjutan dan pembaharuan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Rencana Pembangunan Jangka Panjang diarahkan untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan tersebut.

Dalam 20 tahun mendatang, bangsa Indonesia akan melakukan penataan kembali kelembagaan dan sekaligus membangun Indonesia bagi kemajuan bangsa untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain.

B. Kondisi Umum

1. Dalam 20 tahun mendatang, Indonesia akan menghadapi persaingan dan ketidakpastian global yang makin meningkat, jumlah penduduk yang makin banyak, dan dinamika masyarakat yang makin beraneka ragam. Untuk mewujudkan Visi Pembangunan Nasional, perlu diteruskan hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai, permasalahan yang sedang dihadapi dan tantangannya ke depan ke dalam suatu konsep pembangunan jangka panjang, yang mencakup berbagai aspek penting kehidupan berbangsa dan bernegara, yang akan menuntun proses menuju tatanan kehidupan masyarakat dan taraf pembangunan yang hendak dicapai.

2. Upaya untuk mempertahankan kemerdekaan serta ancaman perpecahan akibat pergolakan politik yang terjadi di berbagai daerah mengakibatkan kondisi perekonomian nasional di awal-awal kemerdekaan terbengkalai. Berbagai upaya pembangunan yang dilakukan untuk mengisi kemerdekaan pada masa itu lebih banyak dipusatkan pada pemantapan kerangka institusi kenegaraan serta pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa. Situasi politik pada masa itu mengakibatkan pembangunan ekonomi berjalan lambat. Berbagai rencana pembangunan tidak berjalan dengan baik. Kemampuan untuk membiayai pembangunan sangat terbatas akibat skala perekonomian yang kecil sehingga potensi penerimaan negara rendah. Defisit anggaran ditutup dengan pencetakan uang sehingga mendorong laju inflasi yang tinggi. Pada paruh pertama tahun 60an, keadaan ekonomi semakin memburuk dengan memanasnya gejolak politik dalam negeri. Sampai pertengahan tahun 60an, perekonomian praktis lumpuh. Sebagian besar rakyat tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya karena kelangkaan persediaan beras dan kebutuhan pokok lainnya. Sumber keuangan dalam negeri sangat terbatas sehingga tidak mampu menyediakan devisa untuk membiayai impor kebutuhan pokok dari luar negeri.

3. Penekanan akan perlunya pembangunan ekonomi untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat muncul pada awal paruh kedua tahun 60-an. Pada tahun 1966 penataan sistem perekonomian dicanangkan melalui Program Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi. Sampai dengan pertengahan tahun 90an, berbagai kemajuan ekonomi telah dicapai. Kebutuhan pokok masyarakat tercukupi dan swasembada pangan beras terwujud pada tahun 1984. Perekonomian tumbuh baik dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi dapat terjaga. Peningkatan kesejahteraan masyarakat secara nyata dapat ditunjukkan antara lain melalui peningkatan pendapatan perkapita sekitar sepuluh kali lipat, menurunnya secara drastis jumlah penduduk miskin, serta tersedianya lapangan kerja yang memadai bagi rakyat.

4. Pertumbuhan ekonomi yang pesat mendorong penyediaan berbagai sarana dan prasarana perekonomian penting yang dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Secara bertahap, struktur ekonomi berubah dari yang semula didominasi oleh pertanian tradisional ke arah kegiatan ekonomi lebih modern dengan penggerak sektor industri. Ekspor nonmigas yang menunjukkan peningkatan kemampuan untuk menghasilkan produk dan daya saing produk Indonesia terhadap produk negara lain meningkat pesat. Bahkan dalam paruh kedua 80-an, terjadi perubahan struktur ekspor dari yang semula didominasi oleh ekspor migas menjadi ekspor yang di dominasi oleh ekspor nonmigas.

5. Periode pelaksanaan pembangunan jangka panjang pertama berakhir pada tahun 1993. Untuk melanjutkan keberhasilan pembangunan jangka panjang pertama dan sekaligus mempertahankan momentum pembangunan yang ada, dirumuskan rencana pembangunan jangka panjang kedua. Upaya perwujudan sasaran pembangunan jangka panjang kedua tersebut terhenti akibat krisis ekonomi yang melumpuhkan perekonomian nasional pada tahun 1997. Krisis yang dimulai di Thailand tersebut menunjukkan bahwa fundamental ekonomi negara-negara di Asia Tenggara belum cukup kuat menahan gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada periode sebelumnya lebih banyak didorong oleh peningkatan akumulasi modal dan tenaga kerja, dan bukan oleh peningkatan produktivitas perekonomian secara berkelanjutan. Selain itu, krisis ekonomi juga menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi selama ini tidak disertai dengan peningkatan efisiensi kelembagaan ekonomi dan banyaknya praktik ekonomi biaya tinggi yang telah menurunkan kepercayaan pelaku baik dalam maupun luar negeri. Perekonomian nasional masih rentan, tidak saja terhadap gejolak eksternal, tetapi juga terhadap gejolak di dalam negeri.

6. Krisis ekonomi berdampak pada menurunnya kualitas infrastruktur terutama prasarana jalan dan perkeretaapian yang kondisinya sangat memprihatinkan. Sekitar 39 persen total panjang jalan diantaranya mengalami kerusakan ringan dan berat serta hanya sekitar 62 persen jalan kereta api yang masih dioperasikan. Peran armada nasional menurun baik untuk angkutan domestik maupun internasional sehingga pada tahun 2003 masing-masing hanya mampu memenuhi 53 persen dan 3 persen, walaupun sesuai konvensi internasional yang berlaku pangsa pasar armada nasional 40 persen untuk muatan ekspor-impor dan 100 persen untuk angkutan domestik. Sedangkan untuk angkutan udara, perusahaan penerbangan relatif mampu menyediakan pelayanan yang terjangkau. Disamping masalah yang disebabkan oleh krisis ekonomi, pembangunan prasarana jalan dan perkeretaapian mengalami kendala sejak pelaksanaan desentralisasi yang berpengaruh pada pembiayaan pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana transportasi. Hal ini karena terbatasnya dana pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang masih tumpang tindih.

Rabu, 03 September 2008

Tahun 2030 Indonesia Capai 5 Besar Dunia

Visi Indonesia 2030: Pendapatan Per Kapita 20.000 Dollar AS

Indonesia pada abad ke-21 akan mampu menjadi negara maju dan sejahtera. Indonesia menjadi bangsa yang mandiri, produktif, memiliki daya saing, serta mampu mengelola seluruh kekayaan alam dan sumber daya lainnya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.

“Saya punya keyakinan, 100 tahun ke depan kita bisa mewujudkan cita-cita dan tujuan dalam Pembukaan UUD 1945. Mengapa kita perlu yakin? Kalau lihat lintasan perjalanan sejarah kita, itu memungkinkan. Jika kita ingin merekonstruksikan masa depan kita 100 tahun ke depan, mari kita lihat perjalanan bangsa 100 tahun ke belakang. Dengan demikian, kita paham perjalanan panjang sejarah untuk memiliki kemampuan dan ketangguhan dalam mewujudkan cita-cita,” ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (22/3). 

Pernyataan Presiden Yudhoyono ini disampaikan menanggapi kerangka dasar Visi Indonesia 2030 yang diluncurkan resmi di Istana Negara, Jakarta. Kerangka dasar Visi Indonesia 2030 disampaikan Ketua Yayasan Indonesia Forum Chairul Tanjung dalam acara yang dihadiri ratusan undangan yang berlatar belakang beragam, mulai dari pemimpin lembaga tinggi negara, menteri kabinet, pengusaha, pengamat, praktisi pers, budayawan, dan kepala daerah. 

Hanya kerangka Visi Indonesia 2030, menurut Chairul, hanya kerangka dasar yang perlu ditanggapi dan diberi masukan oleh berbagai elemen bangsa lainnya. Visi Indonesia 2030 itu mempunyai empat pencapaian. Pertama, Indonesia akan masuk dalam lima besar kekuatan ekonomi dunia dengan tingkat pendapatan per kapita sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat (AS) per tahun. Ini berarti Indonesia berada di posisi setelah China, India, AS, dan Uni Eropa.

“Kedua, tahun 2030, sedikitnya 30 perusahaan Indonesia masuk daftar 500 perusahaan besar dunia. Ketiga, adanya pengelolaan alam yang berkelanjutan dan keempat, terwujudnya kualitas hidup modern yang merata,” ujar Chairul. 

Menurut Chairul, saat ini Indonesia berada pada kelompok negara berpendapatan menengah ke bawah. Posisi ini akan bertahan hingga tahun 2015. Setelah itu, Indonesia masuk sebagai negara berpendapatan menengah ke atas.

“Industrialisasi menjadi katalisator akumulasi modal menuju negara maju dengan kontribusi terbesar dari sektor jasa,” paparnya. 

Visi Indonesia 2030 mengasumsikan pencapaian itu terealisasi jika pertumbuhan ekonomi riil rata-rata 7,62 persen, laju inflasi 4,95 persen, dan pertumbuhan penduduk rata-rata 1,12 persen per tahun. Pada 2030, dengan jumlah penduduk sebesar 285 juta jiwa, produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 5,1 triliun dollar AS. 

Namun, untuk mewujudkan visi itu, Yayasan Indonesia Forum mensyaratkan utama tercapainya tiga keharusan. 

Pertama, ekonomi berbasis keseimbangan pasar terbuka dengan dukungan birokrasi yang efektif. 

Kedua, adanya pembangunan berbasis sumber daya alam, manusia, modal, serta teknologi yang berkualitas dan berkelanjutan. 

Ketiga, perekonomian yang terintegrasi dengan kawasan sekitar dan global.

Untuk mencapai visi itu, menurut Chairul, harus ada sinergi tiga kelompok, yaitu wirausaha, birokrasi, dan pekerja pula.

“Sinergi ini mengarah pada peningkatan daya saing global perekonomian Indonesia,” ujarnya. 

Sinergi itu, tambah Chairul, membutuhkan kontrak sosial baru sebagai perwujudan komitmen bersama untuk maju. “Satu dimensi penting kontrak sosial baru adalah kepastian hukum dan kepastian usaha. Untuk itu, pemberantasan korupsi serta pembenahan sistem dan aparat penegak hukum perlu dilanjutkan,” tuturnya. 

Yayasan Indonesia Forum merupakan organisasi yang dimotori Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dan kajiannya dilakukan sejumlah lembaga penelitian universitas di Indonesia dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Menurut Presiden Yudhoyono, Visi Indonesia 2030 itu bisa saja dianggap sebuah mimpi, tetapi jangan malu dengan mimpi itu. “Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menciptakan mimpi dan mewujudkannya dalam realitas,” ujar Presiden. Presiden Yudhoyono menambahkan, Visi Indonesia 2030 merupakan wujud kesadaran dan kepedulian anak bangsa untuk lebih memajukan dan menyejahterakan seluruh rakyat. 

(har)

Kamis, 21 Agustus 2008

Rabu, 20 Agustus 2008

Selasa, 19 Agustus 2008

Senin, 18 Agustus 2008

Visi Indonesia 2030

Oleh: H. Susilo Bambang Yudhoyono 
Presiden Republik Indonesia 



Terus terang saya harus mengatakan, bangsa Indonesia barangkali tidak akan memiliki masa depan yang cerah kalau kita kering dalam cita-cita dan idealisme. Kita hidup dalam pragmatisme dan keseharian. Sebagai bangsa, janganlah kita kering dari cita-cita, pemikiran besar, serta gagasan-gagasan dan idealisme itu. Masa depan kita juga tidak cerah, kalau kita tidak menjadi bangsa inovatif, yang terus menyampaikan pikiran-pikiran besar. Mengubah mimpi menjadi kenyataan. Kita juga tidak akan maju dan kalah, kalau kita tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Di atas segalanya, menyangkut Visi Indonesia 2030, kita juga tidak akan dapat mewujudkan cita-cita besar itu, kalau kita tidak bersatu, tidak berjuang bersama untuk membangun hari esok kita. 


Selaku kepala negara, saya menyerukan kepada seluruh komponen bangsa, mengajak sebanyak mungkin anak-anak bangsa kita, untuk menggagas dan mengkontruksikan masa depan negara kita. Marilah kita melibatkan sebanyak mungkin generasi muda karena masa depan sesungguhnya adalah milik mereka semua. Tetapi yang saya harus sampaikan ini meskipun kita tahu tidak pernah ada jalan yang lunak untuk mencapai cita-cita yang besar, tetapi marilah kita yakinkan diri kita. Jika bangsa lain dapat maju, Indonesia pasti bisa maju, Insya Allah.


Ini kesempatan yang baik, kalau saya boleh sedikit menyampaikan catatan-catatan kecil saya terhadap gagasan Indonesia Forum yang menggagas Visi Indonesia 2030 saya ingatkan kembali bahwa negara kita sesungguhnya juga telah memiliki semacam visi masa depan kita yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 yang berjudul Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Tidak hendak untuk membanding-bandingkan, karena saya yakin banyak kandungan yang sama, semangatnya sama, tujuan yang sama, dan dua-duanya mengundang kebersamaan dan kerja keras kita semua. 


Yang perlu saya garis bawahi, pemikiran dari Indonesia Forum adalah bahwa Visi Indonesia, berarti Indonesia masa depan yang kita tuju, yang hendak kita wujudkan tahun 2030 adalah negara maju yang unggul dalam pengelolaan kekayaan alam. Dikatakan ada 4 sasaran utama, empat capaian utama, yang sempat saya catat. 

Pertama, Indonesia ingin menjadi negara ekonomi besar, big five negara ekonomi besar dan dengan pendapatan disebutkan dengan 18 ribu perkapita. 

Kedua, pengelolaan kekayaan alam dilakukan dengan mempertahankan keberlanjutannya, sustainability. Saya senang dengan rumusan ini, karena kalau tidak sustainable kita mengelola kekayaan alam kita, masa depan kita tidak akan bertambah cerah, barangkali akan makin gelap. 


Ketiga, diingatkan kepada kita bahwa yang hendak dituju adalah kualitas hidup modern yang merata, self growth. Dalam banyak kesempatan, saya mengingatkan kita semua, bahwa yang kita tuju bukan hanya pertumbuhan ekonomi semata, tetapi growth with equity, pertumbuhan disertai pemerataan. 


Oleh karena itu, growth must be inclusive, growth must be broad based, growth must be just dengan rumusan ini mudah-mudahan apa yang hendak kita tuju bisa diwujudkan. Keempat, dari sisi dunia usaha, Forum Indonesia mencita-citakan memimpikan pada tahun 2030, ada 30 perusahaan Indonesia yang masuk menjadi four to five hundred companies.

Untuk mewujudkan cita-cita maha besar itu, dari tujuan yang luar biasa itu ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan, yang tadi ingin mendayagunakan potensi yang kita miliki, baik itu modal manusia,human capital, modal alam dan fisik, dan juga modal sosial. Saya garis bawahi, modal sosial ini karena bagaimanapun, kalaupun kita punya banyak sekali potensi, kalau tidak disinergikan, tidak disatukan energi itu, tidak akan pernah menjadi kekuatan yang dahsyat untuk mencapai tujuan yang kita hendak capai. 

Dari catatan saya ada beberapa imperatif yang dipersyaratkan sebenarnya oleh Yayasan Indonesia Forum, yang ingin dibangun adalah ekonomi, berbasis keseimbangan pasar terbuka, open market, kemudian meniscayakan pembangunan yang integrated, yang memadukan sumber daya alam, manusia, modal dan teknologi serta kemudian mengingatkan bahwa perekonomian waktu itu tahun 2030, barangkali perekonomian yang benar-benar berintegrasi dengan kawasan dan dunianya. Dan yang terakhir, diperlukan konsensus masyarakat dan kerekatan sosial atau social cohesion. Dari itu semua, saya yakin kita akan dapat memberikan telaahan, kritik, masukan, dan rekomendasi. 


Saya berpendapat, harus terbuka pikiran dari Yayasan Indonesia Forum ini, dengan demikian pada saatnya nanti akan dapat diwujudkan sesuatu yang dibicarakan secara bersama di dalamnya. Ada semacam konsensus di antara kita yang menghendaki Indonesia kita menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pertama-tama saya berpesan terhadap semuanya itu, buatlah pemikiran ini sebagai pemikiran terbuka. Memang cukup berani Indonesia Forum mentargetkan tahun 2030 untuk Indonesia menjadi ekonomi nomor 5 besar tadi.

Saya membaca Saudara-saudara, memang tahun 2004 akhir ada sebuah telaahan yang mengatakan formasi kemajuan ekonomi bangsa-bangsa, itu konon di depan ada Jepang, Amerika, dan Uni Eropa, formasi di belakangnya ada India dan China dan beberapa negara yang lain. Konon katanya dalam buku itu, Mapping the Global Future Indonesia lapis berikutnya lagi setelah India dan China. 

Tulisan yang lain mengatakan the emerging power, emerging market, emerging economic adalah yang disebut dengan BRIC, Brazilia, Russia, India, China, tetapi ada lagi tulisan dari UBS saya kira yang berjudul The Essential, yang terbit pada tahun ini. Dikatakan di situ, memang ada optimisme bagi bangsa kita. 

Karena sangat mungkin Indonesia disitu, dikatakan pada tahun 2025, menurut Essential akan menjadi kekuatan ekonomi nomor 7 di dunia, yang pertama dikatakan di situ China, yang kedua Amerika Serikat, yang ketiga Uni Eropa, yang keempat India, yang kelima Jepang yang keenam Brasilia, yang ketujuh Indonesia setelah itu ada Jerman, Inggris dan lain-lain. 

25 tahun kemudian, 2050 konon menurut buku itu bergeser lagi Big The G5 atau G-Five itu, yang pertama tetap China, yang kedua India, yang ketiga Amerika Serikat, yang keempat Uni Eropa, yang ke lima Indonesia, Jepang, Brazilia setelah kita. 

Di situ dikatakan mengapa ada estimasi besar seperti itu, dikaitkan dengan potensi ekonominya,the geography, the size of population, trennya dan lain-lain, sampailah pada kesimpulan seperti itu. 

Tetapi itu 2050, yang saya pikirkan barangkali kalau semua imperatif, pekerjaan rumah yang kita lakukan tadi dilaksanakan, sangat boleh jadi, kita menempati posisi terhormat seperti itu. Tetapi Indonesia Forum men-challenge dan merasa yakin diri kita lebih cepat 20 tahun dari yang diramalkan oleh yang lain, silakan dikritisi nanti, apakah itu realistik, ya atau tidak, tapi yang jelas tentu ada alasan yang dapat dijadikan landasan diterimanya alasan yang tadi disampaikan oleh Indonesia Forum untuk mencanangkan 2030 sebagai tahun baik bagi Indonesia.

Namun dari segalanya itu, saya memberikan apresiasi terhadap pemikiran strategis ini dan memang Saudara-saudara ketahui setelah mendengar ini nanti ada komentar, wah ini mimpi ni ye. Inilah bangsa yang besar dan maju adalah bangsa yang bisa menciptakan mimpinya menjadi kenyataan. Tetapi kalau saya boleh memberikan apresiasi dengan pikiran yang positif sebagai satu exercise besar oleh kita, dari kita, dan untuk kita, di masa yang jauh ke depan. Setelah kita pahami garis besar atau esensi dari Visi Indonesia 2030 yang digagas oleh Indonesia Forum, saya hanya ingin mengingatkan kembali Undang-Undang Nomor17 Tahun 2007. 

Undang-Undang adalah produk Pemerintah dan DPR RI, tetapi maksudnya inilah produk negara. Negara memang harus punya visi. Negara harus punya tujuan. Melangkah kemana dalam 20, 30 tahun dari sekarang, yang Undang-Undang itu menjadi tuntunan dan rujukan dalam perencanaan pembangunan nasional kita. 

Visi Indonesia Tahun 2025 katakanlah begitu menurut Undang-Undang kita ini, adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Belum mengatakan maju dan unggul di sini dielaborasi mandiri, maju, adil, dan makmur.

Kalau Indonesia Forum menetapkan misi kita menuju ke situ, maka dalam Undang-Undang yang kita miliki ada delapan langkah yang meski kita lakukan dari sekarang sampai 2025, yaitu pertama, langkah-langkah bersama mewujudkan masyarakat yang bermoral, berbudaya, dan beradab. Civilized disini menjadi sasaran pertama berdasarkan Falsafah Pancasila, begitu yang kita tuangkan dalam Undang-Undang kita. 

Kedua, di berbagai kesempatan, saya mengingatkan freedom, rule of law and tolerance itu harus duduk bersama, kalau itu duduk bersama demokrasi yang akan mekar dan tumbuh tentu adalah demokrasi yang mengandung harmoni di dalamnya. 

Ketiga, Indonesia yang aman, damai, dan bersatu. Saya menggaris bawahi bersatu dari Undang-Undang kita. Berikutnya lagi, pemerataan pembangunan yang berkeadilan. Ini koreksi atas banyak hal yang terjadi di waktu yang lalu. 

Pengalaman negara-negara lain, juga kalau growth hanya for the side of growthtidak disertai dengan pemerataan, akan mendatangkan keburukan, kesenjangan, konflik, dan lain-lain. Kemudian Indonesia yang asli dan lestari, maksudnya adalah yang bisa memelihara kesinambungan, berkelanjutan, sustainability dari pembangunan kita. Di era sekarang ini, makin berkumandang di tingkat dunia, kesadaran bersama utuk mengatasi global warming, climate change yang berubah banyak sekali tatanan di belahan bumi. 

Saya kira kalau kita sadar dan kita menjadi bagian dari itu, saya kira langkah yang paling tepat. Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju dan kuat, maksud dari Undang-Undang adalah mengingatkan tentang bentuk geografi kita, wilayah kita. Dan yang terakhir Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia. Itu adalah yang tertuang dalam Undang-Undang kita. Kita harus menata kembali negeri kita setelah krisis. Membangun, memajukan, seraya mempertahankan partisipasi dan kontribusi kita dalam hubungan antar bangsa. 

Kemudian kalau boleh saya simpulkan apa yang ada dalam Undang-Undang kita No.17 yang disitu memang diakhiri dengan kunci keberhasilan, sama dengan tadi di Yayasan forum. Kunci keberhasilannya apabila ada komitmen dari kepemimpinan nasional kita semua. Untuk mencapai semuanya itu, ada konsistensi kebijakan dari periode ke periode. Regularitas demokrasi meniscayakan lima tahun, ada konsistensi dan kesinambungan tiap-tiap lima tahun. Keberpihakan kepada rakyat harus kuat, bukan rakyat untuk pembangunan, tetapi pembangunan untuk rakyat. Dan akhirnya diperlukan peran serta masyarakat dan dunia usaha. Itu adalah empat kunci keberhasilan yang ada dalam Undang-Undang kita, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007. 

Dari semuanya ini, saya melihat bahwa ada titik temu, ada kesamaan, ada kesepadanan diantara kedua gagasan ini, visi 2030 dan visi 2025 yang tertuang dalam Undang-Undang kita. Barangkali Undang-Undang kita memberikan cakupan yang lebih luas, lebih komprehensif, sedangkan visi 2030 nampak tadi bahwa tekanannya adalah pada tampilan, kinerja, kemajuan ekonomi, yang tentunya juga berdampak pada kesejahteraan. 

Dari semuanya itu, pada kesempatan yang membahagiakan ini, terakhir dari apa yang saya sampaikan adalah mari kita menjawab pertanyaan kritis yang hendak saya sampaikan ini. Dapatkah kita mewujudkan Visi Indonesia sebagaimana yang disampaikan tadi, 2030 menurut Indonesia Forum, maupun 2025 menurut Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional kita? Kemudian pertanyaan kritis kedua, apakah langkah kita ke depan sebagai bangsa? Dapatkah kita berarti menguji keyakinan kita, dan kemudian apabila kita yakin atau membuat untuk yakin itu tercapai, tentu ada langkah-langkah besar yang harus kita lakukan secara bersama. Saya punya keyakinan Saudara-saudara, dalam abad ke 21 ini, Indonesia akan mampu menjadi negara maju dan sejahtera. 

Maju dalam arti self generating nation. Maju karena memiliki daya saing,competitiveness, memiliki productivity mengelola semua yang dimiliki potensinya untuk mencapai tujuan. Sebuah pertumbuhan yang sustainable dalam jangka pendek, jangka menengah, barangkali bagi ekonomi saya kira sudah sangat mengetahui pertumbuhannya. 

Sering kita maknai atau kita lihat dari sisi demand, apakah konsumsi kita, investasi kita, pengeluaran Pemerintah kita dan ekspor bersih kita bisa terus meningkat sehingga pertumbuhan meningkat? Tapi dalam jangka panjang saya punya keyakinan, bangsa yang akan tumbuh dansustainable adalah bangsa yang memiliki human capital dan teknologi yang tinggi, productivity menjadi sangat penting. 

Oleh karena itu, dalam bayangan saya, Indonesia yang maju adalah self generating nations karena competitiveness, karena productivity, dan karena kemampuan teknologinya untuk mendayagunakan yang kita miliki, termasuk sumber daya alam yang ada di negeri kita. Saya punya keyakinan abad 21 ini, 100 tahun ke depan, kita lihat tonggaknya dimana nanti, kita akan bisa mewujudkan cita-cita dan tujuan yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi cita-cita dari para Pendiri Republik. 

Mengapa kita perlu yakin Saudara-saudara, paling tidak mengapa saya meyakini? 

Pertama, saya ingin menyampaikan kalau kita melihat lintasan, perjalanan, dan pelajaran sejarah kita memungkinkan untuk itu. Kalau kita ingin mengkontruksi masa depan kita 100 tahun ke depan, baik kalau kita melihat kembali perjalanan bangsa kita 100 tahun ke belakang. 

Dengan demikian, kita akan paham, sejauh mana bangsa kita ini dalam perjalanan panjangnya, mungkin di sini kemampuan dan ketangguhan tertentu untuk mengatasi masalah dan mewujudkan cita-citanya. Yang kedua, di samping perjalanan sejarah dengan pelajaran-pelajaran besar, mengapa saya yakin? Kita semua tahu negeri kita memiliki modal dan potensi nasional yang besar. Yang ketiga, trend perkembangan negara kita pun minus diskontinuitas, minus shocks, minus kemunduran-kemunduran disana-sini, trend line positive dari periode ke periode. 

Dan yang keempat, mengapa saya yakin? Ada peluang di depan kita, baik secara nasional, maupun sebagai bagian dari proses hubungan antar bangsa kita, regional maupun global. Dari empat tinjauan itu, saya memiliki keyakinan bahwa abad 21 ini kita akan dapat mewujudkan, baik yang disampaikan Indonesia Forum, maupun yang saya sampaikan tadi sesuai Undang-Undang yang kita miliki. Yang saya maksudkan dengan pelajaran besar dari sejarah kita adalah, menurut pendapat dan penilaian saya, bangsa kita selalu dapat mengatasi persoalan bangsa sepanjang sejarahnya, termasuk krisis, dan kemudian melangkah ke depan melanjutkan perjalanannya. 

Memang kalau kita kembali sedikit pada kebangkitan era modern di dunia ini, era modern dunia itu dipercayai mulai abad ke-18, terutama setelah kita menyaksikan di dunia, bukan kita menyaksikan paraFounding Fathers kita, revolusi-revolusi besar, revolusi Perancis, revolusi Industri, revolusi di Amerika sebelumnya. Kebangkitan bangsa kita agak memang terlambat dibandingkan negara-negara maju. Meskipun sesungguhnya pada abad 19 ekonomi kita sudah berintegrasi dengan ekonomi global, pada masa Hindia Belanda, tetapi pemerintah penjajah waktu itu, dengan kontrolnya yang kuat memang tidak membuka peluang, kita sendiri yang bisa mengintegrasikan dari semuanya itu. 

Kecuali setelah abad 20, 1908 dan periode-periode seterusnya, setelah ada Kebangkitan Nasional, maka kita mufakat bahwa ternyata, ketangguhan dan kemampuan kita sebagai bangsa mengatasi masalah-masalah besar, memproklamirkan kemerdekaan dan periode terus dan seterusnya, telah diuji dalam sejarah dan itu memang memiliki kemampuan yang kita banggakan. Jika bangsa kita mampu mengatasi krisis dan berbuat sesuatu untuk masa depan, kita lihat revolusi kemerdekaan, survive kita. Kita atasi dan kita melangkah maju. 

Era Pemerintahan Presiden Soekarno, bukan main persoalan yang dihadapi, kita atasi, krisis dilampaui dan maju. Era Pemerintahan Presiden Soeharto, banyak masalah-masalah dan akhir pemerintahan itu juga ada krisis, tapi juga ada kemajuan dari bangsa ini, oleh anak bangsa yang mencapainya. 

Dari itu semua, saya percaya Saudara-saudara, di era reformasi ini meskipun banyak sekali masalah yang juga kita hadapi, pada saatnya kita akan keluar dari semuanya ini, akan kita atasi semua krisis dan kita lampaui dan kemudian kita, sebagaimana generasi-generasi sebelumnya akan dapat melakukan kebaikan dan kemajuan untuk bangsa dan negara kita. Ini alasan saya bahwa kita patut memiliki keyakinan untuk bisa mencapai tujuan-tujuan itu. 

Yang penting Saudara-saudara, semua imperatif, semua keharusan, baik yang ada dalam tulisan Indonesia Forum, Visi Indonesia 2030, maupun dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 haruslah kita jalankan dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, dengan keyakinan dan ingatan untuk kita semua seperti itu, saya meminta pada Yayasan Indonesia Forum dan segenap komponen bangsa yang ikut berperan merumuskan Visi Indonesia 2030 ini untuk meneruskan prakarsa dan kegiatan ini. 

Teruskan langkah-langkah positif, langkah-langkah positif dari manapun komponen bangsa ini, orang seorang, kelompok, dan siapapun selalu ada manfaatnya. Dan apabila kita menyambutnya dengan pikiran terbuka, meskipun juga bisa memberikan kritik dan yang baik kita jadikan betul untuk mengubah masa depan kita, saya yakin akan banyak yang dapat kita lakukan pada periode ini dan pada periode-periode berikut lagi. 

Tuhan tidak akan mengubah nasib dan masa depan Indonesia, kecuali dengan ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, kita sendiri yang mengubahnya. 

Dan akhirnya Saudara-saudara, saya titip satu, barangkali kata-kata bijak pemberi semangat, sebagai apresiasi saya terhadap Indonesia Forum hari ini dalam bahasa Inggris yang nanti akan saya sadur secara bebas, yang mengatakan demikian, no challenge is to create, by sharing a common understanding we build brigdes, by carrying today we invest in tomorrow, and by working together we do make a difference. 

Dalam saduran bebas saya adalah, tiada tantangan yang terlalu besar untuk kita atasi dengan menyatukan kesadaran dan pemikiran kita, kita membangun jembatan menuju masa depan. Dengan memelihara dan mengelola apa yang kita miliki, hari ini, today, kita menanam dan mempersiapkan hari esok, tomorrow. 

Dan dengan bekerja dan melangkah bersama, kita mengubah negeri kita, make it different, mengubah masa depan yang kita cita-citakan bersama.


Selasa, 19 Juni 2007, SETNEG

Minggu, 17 Agustus 2008