Senin, 06 Juni 2011

Membangun Daya Saing, Tantangan, Pilihan dan Kebijakan


Sumber: Presidential Lecture Prof. B.J. Habibie


Membangun Daya Saing, Tantangan, Pilihan dan Kebijakan, at Grha Sabha Pramana UGM, Yogyakarta

Pengembangan diri suatu bangsa menjadi bangsa berteknologi maju merupakan suatu proses transformasi menuju perolehan kualitas baru. Melakukan transformasi teknologi dan industri berarti bergerak ke arah dimensi baru kehidupan bangsa.

Teknologi tidak dapat dimengerti apalagi dikembangkan secara abstrak. Bekerjanya teknologi hanya dapat dipahami melalui usaha penerapannya dalam rangka pemecahan masalah produksi yang kongkrit.

(B.J. Habibie)

"Enam belas tahun sudah industri transportasi Indonesia sebagai salah satu industri strategis lumpuh. Sebanyak 48.000 ahli teknologi Indonesia dibubarkan begitu saja," ungkapnya.

Menurut Habibie, Indonesia sebenarnya sudah memiliki industri-industri strategis seperti PT Dirgantara serta PT PAL yang mampu memproduksi pesawat terbang serta kapal berkelas internasional. Namun, industri-industri strategis tersebut dimatikan secara pelan-pelan sebelum berkembang pesat dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat Indonesia.

"Kini pintu ekspor dibuka lebar-lebar. Mal-mal yang sebagian besar memasarkan produk-produk luar negeri bertumbuhan. Masyarakat akhirnya justru dididik untuk semakin konsumtif," ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sugiharto mengungkapkan, antara tahun 2009 dan 2010 pertumbuhan jumlah kendaraan roda dua meningkat pesat dari 5,8 juta unit menjadi 7,5 juta unit, sedangkan kendaraan roda empat naik dari 486.000 unit menjadi 700.000 unit. Ironisnya, semuanya adalah produk impor.

Menyikapi hal ini, Habibie menegaskan, penguasaan teknologi merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Tanpa adanya industri-industri strategis dalam negeri, lapangan pekerjaan dan jam kerja akan sulit tersedia.

Ia mencontohkan, di Indonesia saat ini terdapat 51,2 juta usaha mikro dan kecil atau sekitar 98,9 persen dari total jumlah pelaku usaha. Sementara jumlah usaha kecil sebesar 1,01 persen, usaha menengah 0,08 persen, dan usaha besar 0,01 persen.

Namun, sumbangan produk domestik bruto justru sebagian besar berasal dari usaha besar sebesar 44,4 persen, usaha menengah 13,4 persen, usaha kecil 10,1 persen, serta usaha mikro dan kecil 32,1 persen.

Perkuat industri dalam negeri

Menyikapi keprihatinan ini, Habibie menilai, dengan penguasaan teknologi, produksi usaha mikro dan kecil di Indonesia harus ditingkatkan sehingga memiliki nilai tambah. Karena itu, dibutuhkan produk hukum untuk melindungi pasar domestik, insentif keringanan pajak pada semua produk padat karya, dan pembatasan ketat terhadap produk-produk impor.

Sugiharto menambahkan, sejak tahun 2004 hingga 2010 APBN untuk pengentasan rakyat kemiskinan naik pesat sekitar 500 persen dari Rp 18 triliun menjadi Rp 90 triliun. Akant tetapi, pertumbuhan ini tak berbanding linear dengan penurunan tingkat kemiskinan yang hanya turun sangat kecil dari 16 persen menjadi 13 persen.

"Pemberdayaan sumber daya manusia di Indonesia perlu ditingkatkan daripada sekadar mengandalkan sumber daya alam yang ada. Salah satunya dengan cara pengembangan industri strategis yang diharapkan mampu menumbuhkan lapangan pekerjaan serta nilai tambah produksi," ujarnya.

Tugas Industri Strategis tidak lain adalah menjadi ujung tombak bagi industri-industri yang lain dan direncanakan akan berkembang di bumi Indonesia dalam proses industrialisasi. Strategis yang dimaksud bukanlah dalam arti militer saja, namun juga dalam arti ekonomi. (B.J. Habibie)

Sumber:

1. Presidential Lecture

2. Kompas

3. Institute for Advanced Study at Indonesia