Senin, 27 Desember 2010

Indonesia 2030

Asumsi

Untuk mencapai cita-cita dan impian ini, beberapa asumsi harus dapat tercapai, yaitu:

  1. pertumbuhan ekonomi riil rata-rata 7,62 %/tahun (Kita harus dapat meningkatkannya hingga 8%-10% per-tahun)
  2. laju inflasi 4,95 %/tahun
  3. pertumbuhan penduduk rata-rata 1,12 % per-tahun.

Jika seluruh komponen bangsa bekerja sama dengan bersinergi untuk mengelola berbagai keunggulannya seperti sumber daya alam serta menyelesaikan persoalan-persoalan di dalam negeri, maka impian ini pasti akan berhasil. Beberapa persoalan tersebut di antaranya adalah: mewujudkan masyarakat yang beradab dan berkualitas, menciptakan kehidupan masyarakat demokratis, mewujudkan keamanan/kesatuan dan kedamaian, dan pembangunan yang adil dan berkelanjutan.


Pernyataan dalam visi

Dalam Visi ini dinyatakan bahwa :

  1. perekonomian Indonesia akan menjadi kekuatan nomer 5 di dunia pada tahun 2030 setelah China, India, Amerika Serikat dan Uni Eropa
  2. jumlah penduduk sebesar 285 juta jiwa,
  3. PDB Indonesia bisa mencapai 5,1 triliun $US.
  4. Pendapatan perkapita US$ 18.000 per tahun

Perbaikan yang Optimis:


Jumlah Penduduk Indonesia lebih baik 300 Jutaan lebih

PDB Indonesia harus bisa mencapai 6-7 Triliun Dolar US.

Dan yang paling penting adalah ketersediaan Proses Pendidikan Seumur Hidup yang hebat



Senin, 20 Desember 2010

Tantangan Ilmuwan Pendidikan

Tantangan Ilmuwan Pendidikan
Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional

Oleh: Doni Koesoema A

KOMPAS.com - Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) menyelesaikan Pertemuan Puncak di Jakarta pada 18 Desember 2010 lalu. Pada kluster pendidikan, kehadiran para ilmuwan memberi harapan sekaligus tantangan.

Kluster pendidikan dalam I-4 berdiri sendiri. Namun, persoalan pendidikan juga dibahas sebagai rekomendasi dalam kluster lain seperti rekomendasi tentang pengembangan jaringan kerja sama, baik untuk riset, publikasi di jurnal ilmiah, maupun pengajaran di universitas.

Sinergi antarilmuwan ini merupakan embusan semangat baru bagi pengembangan pendidikan di Indonesia. Tak hanya praksis di lapangan, tetapi juga riset teoretis yang akan jadi basis bagi praksis pendidikan di Indonesia.

Sinergi antarilmuwan di dalam dan luar negeri memungkinkan tumbuhnya keterikatan batin bagi mereka yang bekerja di luar negeri. Ilmuwan dalam negeri bisa jadi rekan kerja dalam implementasi dan aplikasi riset pendidikan yang dilakukan bersama. Jaringan internasional dibutuhkan bagi pengembangan pendidikan nasional agar bangsa kita mampu terlibat aktif di tingkat global.

Lima rekomendasi

Secara umum rekomendasi kluster pendidikan menegaskan kembali yang selama ini jadi perhatian publik di dalam negeri.

Pertama, pengembangan profesionalisme guru baik dari segi pedagogis maupun teknis.

Kedua, penekanan pada pengajaran yang menyentuh hati, memberi inspirasi, dan merengkuh semua siswa, bukan hanya segelintir anak pandai.

Pendidikan mesti kasih kesempatan semua anak berhasil. Meminjam ungkapan Ken Soetanto: membuat anak buangan jadi rebutan.

Ketiga, pendidikan merupakan sarana perubahan transformasi sosial masyarakat melalui pembentukan karakter, ekselensi akademis, dan keterampilan profesional vokasional.

Keempat, kemitraan dan tanggung jawab semua pemangku kepentingan. Kerja sama pengembangan pendidikan mestinya sinergi antara sekolah, keluarga, masyarakat, dan negara.

Kelima, pemerataan pendidikan baik dalam hal akses dan kualitas didukung oleh infrastruktur yang dirancang untuk pendidikan berkelanjutan dengan kebijakan jangka panjang demi memastikan bahwa semua anak Indonesia berhak memperoleh pendidikan.

Tantangan ke depan

Berkumpulnya para ilmuwan berkeprihatinan besar pada pendidikan yang tergabung dalam kluster pendidikan I-4 menghadapi beberapa tantangan. Pertama, langkah konkret apa yang mau dilakukan setelah ini?

Para ilmuwan sudah bersedia bersinergi. Mereka bersedia berbagi pemikiran dan jaringan. Akankah ada pangkalan data memetakan siapa, di mana, dan apa kompetensi para ilmuwan? Dapatkah para ilmuwan itu— dengan kompetensinya—memberi sumbangan nyata, entah itu bagi pengambil keputusan untuk memberi pencerahan maupun pemikiran nyata, terutama untuk pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan profesional guru dan evaluasi pendidikan? Apa yang bisa dilakukan ilmuwan pendidikan?

Kedua, selama diskusi muncul sebuah gagasan baru tentang pentingnya memulai gerakan pendidikan. Selama ini reformasi dunia pendidikan selalu mengutamakan aras kelembagaan formal seperti perbaikan dalam evaluasi, pengembangan guru, perbaikan sarana yang bersifat kelembagaan. Padahal, pendidikan adalah urusan semua.

Reformasi pendidikan dalam konteks kelembagaan itu penting. Namun, yang tak kalah penting: membangun kesadaran bersama dalam masyarakat bahwa pendidikan adalah urusan bersama. Sangat penting menularkan gagasan bahwa setiap orang Indonesia yang terdidik perlu mendidik warga negara lain di lingkungannya sesuai kompetensi dan kemampuannya.

Gerakan pendidikan ini penting karena kondisi geografis, demografis, sosial ekonomi, dan kebudayaaan tiap daerah berbeda sehingga usaha menghilangkan buta aksara dan meningkatkan berbagai kecerdasan adalah tanggung jawab setiap warga negara. Konsekuensi gerakan pendidikan ini: setiap warga negara perlu punya pemikiran dan kepekaan mengembangkan pendidikan di lingkungannya.

Berpola pikir mementingkan orang lain jadi penting. Ilmu dan pengetahuan itu untuk dibagikan, bukan dimiliki sendiri. Ketiga, mengingat peran ilmuwan sangat strategis baik bagi kepentingan nasional maupun global, para ilmuwan mesti menyadari bahwa forum seperti ini rawan ditunggangi banyak kepentingan. Maka, para ilmuwan mesti selalu kritis terhadap keberadaan dirinya.

Kompetensi keilmuwanan itu mesti jadi berkat bagi masyarakat Indonesia dan kemanusiaan. Jangan sampai forum sepenting ini ditunggangi kelompok kepentingan yang malah memanfaatkan para ilmuwan demi agenda politiknya sendiri.

Terlepas dari kekurangan di sana sini, saya melihat I-4 sebuah nyala baru bagi perbaikan negeri ini di masa depan. Seperti kata Gellner, di masa depan kemajuan negara akan tergantung dari banyaknya doktor, doctorat d’éta; bukan banyaknya eksekutor, guillotine. Tak peduli Anda doktor dalam negeri atau luar negeri. Yang penting, bisakah Anda bekerja membangun bangsa?

Penulis adalah seorang Konsultan Pendidikan